Jawab Pertanyaan Hakim Soal Banyaknya Akta yang Dibuat Notaris Anly Cenggana, Saksi Ahli: Berarti ada upaya tipu muslihat
Saksi ahli perdata Prof Dr R Widyo Pramono, SH, MM, M.Hum saat bersaksi di PN Batam, Jumat (24/8). |
Dinamika Kepri, Batam - Sidang lanjutan terdakwa Tjipa Fudjiarta perkara dugaaan penipuan jual beli, penggelapan saham Hotel BCC Batam dan pemalsuan data otentik, hari ini kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam dalam agenda sidang mendengarkan keterangan saksi ahli perdata dengan menghadirkan Prof Dr R Widyo Pramono, SH, MM, M.Hum, Jumat (24/8).
Menjawab pertanyaan Hakim Tumpal Sagala, SH., MH mengenai tentang banyaknya akta-akta dibuat oleh Notaris Anly Cenggana, saksi ahli mengatakan, telah bahwa ada upaya tipu muslihat dalam hal itu.
Saksi juga menjelaskan dengan rinci, bahwa menurut undang-undang (UU) PT (perseroan) soal pinjam meminjam uang, jual beli saham dan peralihan aset perusahaan adalah konten yang berbeda.
" Dalam UU perseroan, jika ada pinjam meminjam uang pihak ketiga dengan pemegang saham mayoritas bukan berarti itu bisa ikut mengusai saham. Contoh ada perusahaan meminjam ke Bank, jika perusahan itu tidak mampu membayar, apakah pihak bank itu lantas menjadi pemilik saham di perusahaan itu, kan tidak? Begitu juga dengan soal jual beli saham. Membeli saham bukan berarti ikut membeli aset perusahaan," terang saksi ahli Widyo Pramono dalam sidang.
Mengenai terdakwa menjabat sebagai komisaris formalitas di PT.BMS, saksi ahli mengatakan bahwa di UU perseroan sama sekali tidak mengenal adanya jabatan komisaris formalitas.
"Di UU Perseroan tidak yang namanya jabatan komisaris formalitas, itu tidak ada," ujarnya.
Menjawab pertanyaan JPU mengenai terdakwa sebelumnya telah mengangkat Warga Negara Asing (WNA) asal Singapura menjadi Direktur Utama PT.BMS, saksi menjawab itu boleh saja namun sesuai prosedurnya dan kewenangan itu ada di dinas tenaga kerja.
Dalam sidang ini, saksi ahli tampak independen (tidak memihak =red) dalam menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan baik dari JPU, hakim maupun penasehat hukum terdakwa.
Usai mendengarkan seluruh keterangan saksi ahli, Majelis hakim lalu menunda sidang ini ke sidang berikutnya yakni ke pekan depan dengan agenda periksaan terdakwa.
Dalam perkara ini, oleh JPU terdakwa dijerat dengan pasal berlapis di antaranya pasal 378 KUHP tentang penipuan, pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan pasal 266 tentang pemalsuan surat-surat terhadap akta otentik, dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun penjara.(Ag)