|
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam, Muhammad Yunus, S.H., M.H. |
Dinamika Kepri, Batam- Muhammad Yunus, S.H., M.H terhitung sejak pada tanggal 8 Mei 2018 yang lalu, resmi menjabat sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Batam untuk menggantikan Muhammad Chadafi Nasution, S.H.
Sedangkan Muhammad Chadafi Nasution sendiri, dipromosikan sebagai Kasi Ideologi Politik Pertahanan Keamanan pada asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kejati Riau.
Acara pelantikan, pengambilan sumpah jabatan dan serah terima jabatan dilakukan di aula kantor Kejari Batam dengan dihadiri seluruh unsur pejabat dan staff di Kejari Batam.
Pelantikan Muhammad Yunus sebagai Kasi Pidsus Kejari Batam tersebut, dipimpin langsung Kepala Kejaksaan Negeri Batam, Roch Adi Wibowo, S.H.,M.H atas Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-IV-193/C.4/03/2018.
"Selamat datang dan selamat bertugas di kota Batam," demikian ucapan para unsur pejabat dan staff di lingkungan Kejari Batam kepada mantan Kasi Datun Kejaksaan Negeri Kayu Agung ini saat itu.
Walau acaranya dilakukan dengan sangat sederhana, namun terlihat sangat begitu akrab dan kompak antara satu dengan yang lainnya.
"Ya memang harus begitu, harus tetap kompak apa lagi yang namanya satu instasi, itu wajib hukumnya. Sebagai abdi negara tantangannya adalah harus siap ditempatkan dimana saja. Makanya dengan adanya rasa kekompakan itu, rasa canggung bisa teratasi ketika ditempatkan bertugas ke daerah manapun," kata Muhammad Yunus di sela waktunya saat ditemui awak media ini di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
Di dalam waktu setengah jam yang diberikan untuk wawancara seputar karir dan kehidupannya kepada awak media ini, mantan Kasi Datun Kejaksaan Negeri Kayu Agung, Palembang ini, ternyata terlihat penyambutannya kepada media sangat wellcome (menyambut hangat=red).
" Ya, kalau saya memang seperti itu. Mungkin bukan di sini saja, sebelum-sebelumnya di mana saja saya bertugas, saya selalu wellcome kepada media. Bagi saya, media dan kejaksaan itu adalah fatner yang tidak bisa dipisahkan. Media adalah corong pemberita bagi kinerja kami kepada masyarakat. Artinya tanpa ada media yang memberitakan, masyarakat tentu tidak akan mengetahui bagainama kami bekerja," ujar bapak 4 anak ini.
Lanjutnya pria yang berlogat bahasa kental dialek Palembang ini mengaku, kalau dirinya sudah 20 lebih tahun bertugas di Kejaksaan.
"Awal mula saya bertugas itu di Bengkulu. Sedangkan menyandang sebagai jaksa, itu mulai dari tahun 2005. Saat itu saya bertugas di Lubuk Linggau, Palembang. Kalau dihitung mulai bertugas sampai saat ini, ya kurang lebih sudah 20 tahunlah," ucap pria kelahiran tahun 1974 ini.
Perjuangan bapak satu istri yang memiliki dua anak perempuan dan dua anak laki-laki ini mengatakan, untuk menjadikan dirinya menjadi seorang jaksa tidaklah mudah seperti yang dibayangkan atau seperti membalikan tangan.
Artinya bukan karena ketidakmampuannya, namun karena tidak adanya sedikitpun dukungan dari pihak keluarga besarnya, terutama dari sang ayah.
"Kalau ayah saya dari dahulu memang tidak mau jika anak-anaknya bercita-cita sebagai abdi negara, baik itu polisi, Jaksa maupun hakim. Enggak tahu kenapa, kecuali menjadi pengusaha, ayah akan memberikan dukungan sepenuhnya. Dan itu pernah diutarakan pada saya, tetapi saya tidak mau, saya lebih suka menjadi abdi negara. Buktinya bukan saya saja, kakak saya juga menjadi abdi negara yakni sebagai dokter, saat ini bertugas di Lubuk Linggau." kata Jaksa yang sudah pernah bertugas 10 bulan di Barabai, Kalimantan Selatan ini mengisahkan.
Pekerjaannya sebagai Jaksa ternyata bukan hanya tidak didukung oleh sang ayah, tetapi anak-anak dan istrinya pun demikian.
Kendati ia pindah tugas ke Batam, saat ini keluarganya tetap memilih tinggal di Palembang dengan alasan kalau anak-anaknya, tidak mau pindah-pindah sekolah lagi, sehingga membuatnya menjadi seorang diri di kota Batam.
"Anak dan istri saat ini lebih memilih tinggal di Palembang. Mereka lebih milih tetap di sana ketimbang ikut dengan saya, karena anak saya yang sulung itu tidak mau lagi pindah-pindah sekolah. Memang benar, selama saya bertugas, anak saya itu sudah 6-7 kali pindah sekolah. Saya punya istri satu, anak saya ada 4, yang sulung kelas 3 SMP dan yang bungsu saat ini masih berumur 5 tahun. Anak-anak saya juga pernah kaget dan bertanya kepada saya, kenapa harus pindah-pindah tugas. Begitu juga dengan istri saya, namun saya tetap berusaha memberikannya pemahaman, karena begitulah, saya sudah disumpah sebab menjadi seorang jaksa itu, harus siap ditugaskan kemana saja di seluruh indonesia." katanya.
Walaupun keluarganya tetap memilih tinggal jauh darinya, Ia tetap tabah dan semangat menjalankan tugasnya sebagai seorang Jaksa. Kepada istrinya pernah berpesan, bahwa kesuksesan seorang suami terjadi karena ada istri yang selalu setia mendukung suaminya.
Ditanya soal apa keluh kesannya atau suka duka selama ia bertugas menjadi seorang jaksa, Muhammad Yunus mengatakan keluhnya kalau ia sebelumnya juga sudah pernah diancam oleh keluarga terdakwa saat menangani kasus pembunuhan.
"Kalau keluhnya itu pasti ada. Dahulu saat menangani kasus pembunuhan, saya pernah diancam pihak keluarga terdakwa akan dihabisi. Tapi alhamduliliah sampai saat ini pada saya tidak terjadi apa-apa," tukasnya.
Mengenai apa kesannya selama bertugas, ia mengaku kalau dirinya sebelumnya sudah pernah ditunjuk langsung oleh presiden RI, Joko Widodo sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) menangani pembebasan lahan jalan Tol di Palembang.
"Yang paling berkesan itu ada yakni sewaktu saya saat bertugas di Kayu Agung, Palembang. Saat itu saya pernah ditunjuk langsung sebagai JPN untuk mewakili bapak Presiden Joko Widodo dalam menangani kasus perdata pembebesan lahan jalan Tol senilai Rp 10 Miliar, Insyah Allah akan menang," kenangnya pria yang baru satu minggu menjabat Kasi Pidsus di Kejari Batam ini.
Lanjut dia, penunjukan itu langsung dari Presiden dengan melalui Kejaksaan Agung lalu ke Kejati, dari Kejati lalu ke Kejari Kayu Agung dan lalu ke dia.
Lebih lanjut, ketika ditanya kenapa ia memilih menjadi seorang jaksa, jawabnya kedengaran sedikit menggelitik, kata dia, mengapa ia menjadi jaksa karena keinginannya menjadi polisi tidak tercapai.
" Ya, sebenarnya dulu itu saya bercita-cita ingin menjadi seorang polisi. Kenapa? Ya karena waktu kecil dahulu polisi saya lihat itu gagah-gagah karena ada pangkat di bahunya. Kepinginnya dulu jadi polisi, tapi apa boleh buat, saya tidak bisa mewujudkannya karena ukuran tinggi badan saya kurang 3 centi meter. Setelah mengetahui tak mungkin bisa masuk masuk polisi, akhirnya saya memilih menjadi jaksa. Bahkan setelah saya menjadi jaksa saat itu, saya juga pernah terkejut melihat kalau ternyata bukan hanya polisi saja yang punya pangkat, ternyata jaksa juga ada, hahaha, tapikan tak salah, karena memang seperti itulah pemikiran dulu," katanya senyum mengakhiri.
Pantuan media ini, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam, Muhammad Yunus, S.H., M.H ini adalah salah satu contoh dari ribuan jaksa-jaksa yang ada di Indonesia.
Seperti yang sudah diucapkannya, sebagai seorang jaksa yang sudah disumpah, kapan saja, dimana saja maupun setiap waktu, harus tetap siap dipindah tugaskan kemana saja.
Ternyata menjadi seorang jaksa itu tidak seenak yang dibayangkan. Karena selain harus rela berpindah-pindah tugas bahkan harus rela tinggal jauh dari keluarga, ternyata juga harus siap lahir batin dan jiwa raga untuk mengabdi kepada nusa bangsa.(Ag)
Editor: Agus Budi Tambunan